Kominfo Membuat Mesin Sensor Internet Seharga  ‘Rp 194 Miliar’

Kominfo Membuat Mesin Sensor Internet Seharga  ‘Rp 194 Miliar’ – Tak bisa dipungkiri, saat ini dunia Internet di seluruh dunia marak dengan beredarnya konten negatif, baik itu yang mengandung unsur ujaran kebencian, terorisme, radikalisme, hingga pornografi anak. Untuk menangkal penyebaran yang tak terkendali, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memperbarui fitur aduan konten negatif yang ada di situsnya.

Dimulai pada bulan agustus tahun 2019 kemarin,  Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) resmi meluncurkan pembaruan fitur tersebut, di mana aduan konten negatif yang dilaporkan di situsnya kini bisa dilacak terus prosesnya oleh si pelapor. http://www.shortqtsyndrome.org/

“Sekarang kita lebih transparan lagi, jadi masyarakat bisa mengadukan konten negatif kemudian bisa mengetahui sejauh mana prosesnya berjalan. Masyarakat berhak mengetahui sudah sejauh mana aduannya diproses,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, dalam acara soft launching fitur tersebut di gedung Kemkominfo, Jakarta. www.americannamedaycalendar.com

Kominfo Membuat Mesin Sensor Internet Seharga  'Rp 194 Miliar'

Layanan ini disediakan oleh Kemkominfo bagi masyarakat untuk melaporkan konten negatif yang dijumpai ketika berselancar di dunia maya. Fitur aduan konten negatif tersebut bisa dilihat di bagian pojok kanan atas situs Kominfo.go.id atau langsung ke situs Aduankonten.id.

Kepala Bidang Sistem dan Data Kemkominfo, Yessi Arnez, menjelaskan hadirnya pembaruan tersebut untuk mempermudah pengaduan, pendaftaran, mengunggah, dan memantau proses aduan konten negatif yang menggunakan sistem berbasis ‘ticketing’.

Untuk melaporkan konten negatif di fitur ini, ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yakni sebagai berikut.

– Masukkan email dan password

– Login

– Verifikasi email

– Masukkan identitas dan data nomor induk KTP

– Masukkan laporan berupa tautan dan gambar screenshot sebagai bukti

– Kirim laporan dan tim konten aduan akan memprosesnya

– Pengguna bisa memantau terus prosesnya dan mendapatkan notifikasi setiap ada pembaruan dari laporannya

Kominfo Membuat Mesin Sensor Internet Seharga  'Rp 194 Miliar'

Konten yang diadukan lewat layanan ini bisa berupa situs, URL, akun media sosial, aplikasi mobile, dan software yang memenuhi kriteria sebagai informasi atau dokumen elektronik bermuatan negatif sesuai peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Cek Proses Aduan

Saat mengecek proses aduan, pengguna bisa melihat apa prioritas dari laporannya dan juga status aduannya yang sudah berjalan sampai mana. Laporan itu sendiri masih dalam tahap pengujian dan saat ini aduan yang masuk akan diproses dengan batas waktu 7 hari.

“Belum tahu kecepatannya (proses aduan) karena masih dalam tahap pengujian, kami ingin melihat dulu bagaimana animo masyarakat dalam melaporkan konten negatif. Saat ini memang 7 hari, tapi kalau animonya tinggi kita akan menyewa orang lebih banyak,” ujar Semuel A. Pangerapan, Dirjen Aptika Kemkominfo, di tempat yang sama.

Semuel menjelaskan, fitur ini bukanlah baru melainkan ada tambahan dengan fitur pelacakan proses aduannya. Ia juga mengatakan, aduan konten negatif yang terdapat dalam sebuah situs dan terbukti melanggar akan ditindaklankjuti ke operator telekomunikasi karena penapisannya berbasis DNS. Sementara untuk konten di platform media sosial akan dilaporkan ke perusahaan masing-masing untuk ditindaklanjuti.

Meski begitu, Kemkominfo menjanjikan proses yang juga cepat terkait aduan konten media sosial tersebut. “Sejak mengundang platform over-the-top (OTT) untuk bertemu, proses yang kita laporkan ke mereka sekarang lebih dari 50 persen percepatannya mereka menanggapi laporan,” ucap Semuel.

Awal Agustus di tahun kemarin, Kemkominfo memang sedang gencar memanggil para pengelola platform OTT di Indonesia, seperti Facebook, Twitter, Telegram, hingga Google, yang diajak berunding terkait penanganan konten negatif di masing-masing layanan.

Dengan adanya pembaruan fitur ini, masyarakat diharapkan dapat ikut berkontribusi dalam menangkal konten negatif di dunia maya. Selain itu, Kemkominfo juga membuka layanan pengaduan konten negatif lewat aplikasi pesan WhatsApp, pelapor cukup memasukkan nama, konten laporan, dan screenshot ke nomor 08119224545.

Pada awal Oktober lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengumumkan bakal membangun sebuah mesin sensor konten internet untuk mengendalikan penyebaran konten negatif di Indonesia. Konten-konten seperti pornografi, terorisme, radikalisme, hingga berita palsu di dunia maya bakal dipantau melalui mesin tersebut.

Mesin ini rencananya bakal mulai beroperasi pada Desember mendatang dengan tugas utama melakukan penapisan alias filter konten negatif di dunia maya. Kini proses pengembangan mesin tersebut sudah mencapai tahap 50 persen, seperti yang diungkapkan oleh Semuel A. Pangerapan, Dirjen Aplikasi Informatika Kemkominfo saat ditemui di gedung Kemkominfo.

Menurut rencana, mesin sensor Internet ini akan memiliki total 45 server. Namun, Semuel tidak menjelaskan lebih lanjut soal kapasitas masing-masing server. Lokasi server ini nantinya tidak berada di gedung Kemkominfo, melainkan di tempat lain sementara di gedung Kemkominfo hanya ada pengendalinya saja.

“Barang-barang sudah ada, lantai atas sudah dibongkar (gedung Kemkominfo). Sekarang prosesnya, barang-barang sudah ada. Sisanya 50 persen lagi,” kata Semuel.

Ia menuturkan, mesin sensor ini akan mempermudah penapisan konten negatif yang beredar di internet, di mana mesin tersebut akan terus melakukan pencarian dan mengumpulkan konten negatif secara otomatis di berbagai platform. Teknologi kecerdasan buatan disematkan ke dalam mesin tersebut untuk meningkatkan kemampuan operasinya dalam mengenali konten negatif.

“Secara aktif mesin ini mencari terus. Mesinnya tanpa ditunggui mencari terus, mengumpulkan. Media sosial juga bisa selama akunnya terbuka, tidak terkunci,” paparnya.

Pihak yang bertanggung jawab untuk memproduksi mesin ini adalah PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI), yang menjadi pemenang lelang pengadaan perangkat tersebut dengan harga koreksi Rp 194 miliar.

Meski begitu, Semuel tetap meminta masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam melaporkan konten-konten negatif yang dijumpai ketika berselancar di internet.

DPI sendiri merupakan teknologi yang diterapkan di router dan bisa difungsikan banyak hal, mulai dari filter dan blokir konten Internet, mendeteksi serangan malware hingga memantau aliran data secara real-time.

Fungi yang disebut terakhir ini yang dikhawatirkan akan terjadi pelanggaran keamanan privasi masyarakat, karena operator dapat memantau aliran data atau pengumpulan data dari masyarakat.

Kabar tersebut langsung dibantahkan oleh Dirjen APlikasi Informatika Kemkominfo, Semuel A. Pangerapan. Dalam jumpa pers Senin (9/10), Semuel menyebut mesin sensor Internet mereka tidak memakai sistem DPI, melainkan memakai sistem crawling.

“Sistem ini bukan sistem yang digosipkan di luar ada DPI. Kita tidak membeli sistem DPI,” kata pria yang akrab disapa Semmy. “Sistem crawling adalah sistem yang tadinya orang secara manual membuka website satu-satu (untuk penanganan konten negatif) sekarang dilakukan otomatis karena ada bot dan AI yang dipasang. Mesin akan crawling, menganalisis konten-konten negatif tersebut.”

Tujuan diadakannya mesin sensor Internet ini adalah untuk menyaring Internet Indonesia dari konten-konten bermuatan negatif, seperti pornografi, terorisme, separatisme, kekerasan terhadap anak, dan konten lainnya yang melanggar undang-undang.

Lelang pengadaan mesin sensor internet ini dibuka pertama kali pada 30 Agustus 2017 lalu. Semuel mengungkapkan ada 72 perusahaan yang mendaftar, namun hanya ada 21 yang mengirim dokumen,  dan diseleksi terus hingga keluar nama PT Inti sebagai pemenang.